Kurva kasus positif COVID-19 mulai melandai di beberapa tempat, dunia kini sedang bersiap menghadapi tatanan kehidupan baru atau yang lebih akrab kita sebut sebagai new normal. Banyak bisnis mulai kembali membuka pintu mereka, karyawan pun secara bertahap mulai kembali ke kantor masing-masing seiring berakhirnya lockdown. Namun kapan pemulihan penuh pasca-corona akan terjadi? Masih belum bisa diprediksi.
Meski demikian, survei terbaru dari McKinsey menunjukkan optimisme para eksekutif terkait perkembangan kondisi ekonomi global yang lebih baik mulai meningkat menjadi 43% dibanding saat bulan Maret (25%) dan April (31%). Begitu pula dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, ekspektasi terhadap naiknya pertumbuhan ekonomi selama 6 bulan ke depan mulai sangat positif. Dari yang awalnya optimisme hanya sebesar 20% di bulan Maret, kini meningkat menjadi 37%. Para eksekutif ini menyadari bahwa saat ini dunia sudah mulai memasuki masa pemulihan meski belum menyeluruh.
Pandemi ini akan meninggalkan bekas mendalam pada bisnis, menyebabkan disrupsi besar yang akan melahirkan tantangan-tantangan dan juga kesempatan baru. Bahkan setelah BCP (Business Continuity Plan) diimplementasikan, bisnis tidak akan kembali "normal" seperti sedia kala ketika pandemi ini belum mewabah.
Masa ini, masa yang memasuki masa pemulihan pasca-corona. Sebagai seorang business leader, sudah saatnya mulai mempersiapkan perusahaan untuk beralih dari strategi bertahan di tengah pandemi ke perencanaan masa depan pasca COVID-19. Dimulai dengan mengubah mindset di seluruh tingkatan organisasi, menavigasi ketidakpastian dan membangun kepercayaan yang lebih untuk menyusun pedoman pemulihan yang nantinya akan digunakan sebagai landasan seiring berjalannya masa pasca pandemi dan membangun business resilience, bisnis yang lebih tangguh.
Belajar dari kejadian ini, pola pikir yang perlu ditanamkan ialah bahwa resilience bukanlah sebuah tujuan yang harus dicapai ketika dihadapkan dengan sebuah krisis. Bukan dilakukan saat bisnis terdampak krisis. Melainkan sesuatu yang seharusnya dimiliki dan dilakukan oleh setiap bisnis sehingga ketika krisis terjadi, bisnis tidak akan terdampak secara serius.
Bisnis yang tangguh bukanlah sebuah bisnis yang dapat dengan mudah kembali ke kondisi semula -kondisi sebelum terjadi krisis. Sebaliknya, bisnis yang tangguh adalah bisnis yang mampu bertransformasi, menanamkan struktur baru, kepercayaan, sikap, dan agility ke dalam core bisnis yang memungkinkannya untuk pulih dan berkembang ke depan dengan cepat.
Ketidakpastian merupakan satu-satunya hal yang pasti. Dengan memahami bagaimana perubahan pasar dan masyarakat telah menyebabkan ketidakpastian, para pemimpin bisnis dapat memilah mana yang perlu dinavigasi dan dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk tumbuh dan berubah. Seorang pemimpin juga harus bisa memprediksi dan mengantisipasi keberhasilan seperti apa yang dapat diraih setelah masa pemulihan ini, bagimana bisnis dapat bertahan dalam jangka panjang dan bagaimana mengerahkan anggota tim agar mampu mengembangkan agile sprint berbasis hasil untuk sampai ke sana.
Seiring dengan kita beralih ke fase pemulihan setelah krisis, leader perlu mengajak timnya untuk mengubah pola pikir dari yang awalnya berfokus pada kondisi hari ini menjadi mulai fokus pada kondisi yang akan terjadi keesokan hari. Hal ini dapat dilakukan dengan memaparkan beberapa perubahan yang memiliki implikasi penting bagi jalan menuju pemulihan.
Situasi beralih dari ketidakpastian dan ketidak teraturan periode awal pasca Covid ke perasaan akan ketidakpastian yang lebih stabil (interim normal). Implikasinya: Situasi ini mengajak para pemimpin untuk membayangkan kemungkinan tujuan pada akhir masa pemulihan.
Fokus kepemimpinan meluas dari yang awalnya sangat fokus pada keselamatan karyawan dan keberlangsungan operasional, kini juga merangkul kondisi yang harus kembali menghadapi pasar. Implikasinya: Leader harus memiliki gambaran tentang tujuan terkait hasil yang diinginkan dari stakeholder, bukan proses internal.
Tujuan manajemen beralih dari yang awalnya mengelola krisis, mempertahankan bisnis agar tetap berfungsi menjadi mengelola transisi untuk kembali pulih. Implikasinya: Tim manajemen proyek yang menangani pemulihan krisis bisa saja membutuhkan serangkaian skill yang berbeda dari tim manajemen proyek yang bertugas merespon krisis.
Kegiatan perencanaan bergeser dari perencanaan skenario jangka pendek ke jangka menengah dan jangka panjang untuk memahami dampak yang berhubungan ke operasi, karyawan, keuangan dan elemen bisnis lainnya. Implikasinya: Sangat penting untuk menyelaraskan sumber daya keuangan dengan dana yang dibutuhkan untuk meningkatkan operasi.
Sikap kepemimpinan bergeser dari mode reaktif menjadi mode antisipasi tentang bagaimana membangun kembali organisasi setelah krisis. Implikasinya: Leader harus mengambil kesempatan untuk memberi semangat dan dorongan pada anggota tim dengan cara mengajak untuk mempersiapkan masa depan yang sukses serta saling menaruh kepercayaan sebagai katalis untuk sampai ke sana.
Referensi:
Comments