top of page
Search
  • Writer's pictureRio Bagus

Indonesia dan Masa Depan Produktivitas


Photo by ekoalula on Unsplash

Indonesia digadang-gadang menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2050 oleh beberapa lembaga dunia. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di angka 5% meskipun angka tersebut tidaklah cukup untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah atau yang biasa disebut “middle trap income”. Chatib Basri, mantan menteri keuangan Indonesia pada era Presiden SBY, mengatakan untuk bisa keluar dari jebakan tersebut ada beberapa PR pemerintah antara lain reformasi struktural pada UU Ketenagakerjaan, peningkatan SDM dan diversifikasi produk ekspor baik barang dan negara tujuan. Chatib Basri juga mengatakan diperlukannya peningkatan produktivitas sehingga dengan input yang sama akan dihasilkan output yang lebih tinggi.


Bisa dikatakan produktivitas adalah kunci dan meningkatkan produktivitas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dalam studi McKinsey untuk melihat potensi lima industri manufaktur ASEAN, implementasi teknologi industri 4.0 dapat meningkatkan produktivitas 10% hingga 50% dan meningkatkan overall equipment effectiveness (OEE) 10% hingga 20%.





Dalam urusan teknologi, Indonesia bisa dikatakan masih tertinggal dari negara tetangga. Hal ini terlihat dari dana investasi teknologi yang dikeluarkan oleh pemerintah kita hanya 1,3% dari GDP sedangkan investasi teknologi Thailand mencapai 2,4% dari GDP, Malaysia berada di angka 4,5% dari GDP, dan Singapura 6,6% dari GDP.


Senada dengan Chatib Basri, A.T. Kearney memberikan aspirasinya untuk Indonesia jika ingin menjadi kekuatan ekonomi besar di dunia harus meningkatkan pengeluaran di bidang teknologi informasi dan komunikasi setidaknya 2,5% dari total GDP sehingga produktivitas dalam negeri mengalami peningkatan yang signifikan.


Untuk urusan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, terdapat 3 industri yang sedang berlomba-lomba untuk melakukan transformasi digital yakni industri retail, industri BSFI (banking, finansial servis, dan asuransi), dan manufaktur dengan tingkat pertumbuhan masing-masing 20.37%, 7.49%, dan 4.62%.


Mayoritas pelaku industri retail sedang berbenah untuk merubah toko fisik mereka menuju online tanpa menghilangkan pengalaman berbelanja yang telah selama ini mereka bangun. Sedangkan 70% bank-bank Indonesia sedang meningkatkan investasi mereka pada cloud demi mengefisienkan biaya infrastruktur. Kontras terjadi di sektor manufaktur, lebih dari 75% perusahaan manufaktur Indonesia masih enggan untuk melakukan transformasi digital dan cenderung wait and see.


Mevira Munindra, manager riset IDC Indonesia, mengingatkan bahwasannya hal ini akan menjadi penghalang yang signifikan terhadap agenda pemerintah Indonesia dalam melakukan transformasi digital. Tekanan ini juga memaksa 10 perusahaan manufaktur untuk menutup operasinya di Indonesia antara lain General Electric, Panasonic, dan Ford.

“Kalo kita melihat industri besar di Indonesia sekarang, belum ada yang benar-benar bertumbuh dan memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi makroekonomi. Indonesia membutuhkan katalis untuk pertumbuhan ekonomi dan percaya atau tidak ‘teknologi informasi dan komunikasi’ adalah solusinya”, Sudev Bangah, manajer IDC untuk Indonesia, menambahkan.


Sektor manufaktur sudah lama menjadi tulang punggung pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar hingga 19,86% sepanjang tahun 2018 dan sektor ini akan terus bertumbuh. Namun sejauh dan sebesar apa kita bisa tumbuh lah yang harus kita jawab dan kita hadapi bersama tantangan ini.


Tentu pribadi kita masing-masing tidak ingin menjadi tua sebelum kaya, sama seperti halnya dengan negeri kita tercinta Indonesia. Dengan penanganan yang tepat, bukan tidak mungkin kedepannya Indonesia akan menjadi negara adidaya 15 hingga 20 tahun mendatang. Pemerintah sejauh ini telah memberikan perhatian yang cukup besar kepada sektor teknologi dan ini patut kita apresiasi, terlepas dari pilihan politik masing-masing. Sebagai perusahaan, sudah sewajibnya mulai memikirkan bagaimana caranya memecahkan kebiasaan lama dan berpikir untuk meningkatkan nilai tambah dalam sebuah proses bisnis agar produktivitas dapat meningkat. Sebagai individu, sudah sewajibnya kita membekali diri kita dengan ilmu dan keterampilan yang relevan dengan perkembangan jaman dan lagi-lagi produktivitas dapat meningkat. Maka, sejauh mana Anda akan mengambil langkah?




References:

1. A.T. Kearney, 2017. ‘Bringing the Fourth Industrial Revolution to Indonesia’

2. McKinsey, 2018. ‘Industry 4.0: Reinvigorating ASEAN Manufacturing for the Future’

3. M. Chatib Basri, 2019. ‘Jebakan Pertumbuhan 5 Persen’

4. IDC, 'Indonesia ICT Spending'

Ready to digitally transform your company? 

Discuss with us how our solution enables future digital growth in your company 

Screenshot_2022-11-14_at_11.54.24_AM-removebg-preview.png
bottom of page