Continuous improvement menjadi topik yang sampai kapanpun akan menjadi pembahasan yang hangat. Bagaimana tidak? Menerapkan continuous improvement adalah salah satu kunci mewujudkan operational excellence pada bisnis. Bahkan perusahaan-perusahaan (terutama manufaktur) yang menerapkan konsep lean pada bisnisnya pasti menjadikan continuous improvement sebagai budaya perusahaan. Ketika hal ini sudah menjadi budaya, otomatis seluruh karyawan dari top management hingga staff harus paham konsepnya dan membiasakan diri untuk bisa agile.
Tapi ternyata masih banyak juga perusahaan yang belum menerapkan continuous improvement. Kadang, meskipun kita sebagai leader sudah memahami konsepnya, implementasinya sangat sulit. Apalagi jika perusahaan tempat kita bekerja berisi orang-orang yang sudah terbiasa dengan sistem yang saat ini ada dan tidak menyukai perubahan.
Membentuk tim khusus, sudah. Melakukan analisa business process, strategi beserta kawan-kawannya, sudah. Bahkan diskusi dengan stakeholder dan top management juga sudah dilakukan. Yang tersisa hanyalah pertanyaan: bagaimana memulainya?
Mengenalkan konsep continuous improvement
Continuous improvement yang dalam Toyota Production System (TPS) disebut sebagai Kaizen adalah sebuah konsep yang membutuhkan keterlibatan manusia secara penuh. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengedukasi dan meningkatkan awareness orang-orang di dalam perusahaan mengenai sistem kerja dan manfaat yang bisa mereka peroleh dengan diterapkannya konsep ini. Edukasi ini harus konsisten dilakukan mengingat setiap orang punya kesibukan masing-masing. Bukan tidak mungkin mereka akan melupakannya jika edukasi hanya dilakukan beberapa kali di awal. Kita harus menginvestasikan waktu untuk mengenalkan kaizen melalui training khusus. Mulai dari pengenalan dasar-dasar continuous improvement hingga aktivitas yang bisa mereka terapkan sehari-hari.
Mulai dari perubahan kecil
Segala perubahan harus dimulai dari yang kecil, yang sederhana. Begitu juga dengan memulai continuous improvement. Kita tidak bisa tidak terburu-buru langsung melakukan perbaikan skala besar. Mulai dari perbaikan skala kecil kemudian bertahap menjadi perubahan skala besar. Lagipula, perubahan kecil dapat dilakukan dengan cepat dan cenderung memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Jika perubahan kecil ini berhasil dilakukan, secara tidak langsung dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan optimisme karyawan lain untuk melakukan improvement pada skala yang lebih besar.
Memprioritaskan ide-ide yang tidak mahal
Kegagalan dalam menerapkan continuous improvement seringnya ada pada anggapan tentang biaya yang mahal. Pada tahap awal, fokuskan untuk merealisasikan ide-ide yang tidak membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hal ini dapat menggerakkan karyawan untuk menyuarakan ide-ide yang dapat meningkatkan proses kerja mereka karena mereka tahu bahwa mereka tidak harus repot meminta dan menunggu persetujuan pihak manajemen untuk bisa melakukan perubahan. Beberapa contoh ide seperti menghilangkan langkah-langkah yang tidak perlu, dan menata ulang proses kerja termasuk dalam kategori ini.
Kumpulkan saran dari mereka yang menangani langsung
Dalam dunia lean business dan continuous improvement, manusia adalah aset yang paling berharga karena manusialah sumber dari ide-ide baru untuk melakukan perbaikan. Harus kita ingat bahwa dalam menampung saran, tidak ada yang lebih paham daripada orang-orang yang sehari-harinya melakukan pekerjaan itu. Maka, masukan untuk improvement terbaik adalah yang digagas oleh mereka yang bersentuhan langsung dengan pekerjaan itu. Dan mereka juga orang terbaik untuk mengimplementasikannya.
Berikan pelatihan
Karyawan memang memegang peran penting dalam continuous improvement, tapi sudah menjadi kewajiban pihak manajemen dan inisiator kaizen untuk membekali mereka dengan pelatihan dan pengembangan SDM sesuai peran masing-masing. Sebagian besar bisa saja tidak menyadari prinsip dan praktik lean seperti 5S, 8 waste, pemetaan value stream, maupun manajemen visual. Akibatnya, mereka mungkin tidak sadar bahwa sebenarnya masalah yang mereka hadapi setiap hari disebabkan oleh pemborosan yang tidak perlu. Maka dari itu peran manajemen sangat diperlukan untuk mendidik para karyawan ini tentang teknik lean yang dapat diterapkan pada proses perbaikan berkelanjutan dan untuk membantu mereka sigap mengatasi hambatan pribadi yang ditemui saat bekerja
Lakukan evaluasi secara berkala
Sebuah program continuous improvement yang efektif membutuhkan pengukuran dan umpan balik secara berkala. Sekecil apapun perbaikan yang dilakukan, kita wajib melakukan evaluasi. Salah satu cara paling umum yaitu dengan menerapkan siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA). Siklus ini memastikan terlaksananya continuous improvement dengan mengukur perbedaan kinerja antara kondisi baseline (plan) dan target yang ingin dicapai. Cara ini dapat menjawab pertanyaan tentang seberapa efektifkah perubahan yang sudah dilakukan? Jika idenya efektif, siklus improvement berikutnya akan dimulai dengan baseline baru dan target yang baru pula.
Tidak ada kata terlambat untuk mulai membiasakan continuous improvement di lingkungan tempat kerja. Justru saya rasa saat inilah saat yang tepat untuk memulainya. Ya, memulai improvement di tengah pandemi bisa memberi kita insight baru tentang proses-proses mana yang sebenarnya penting dan dapat ditingkatkan, serta mana proses yang tidak perlu dan bisa dieliminasi. Melakukan improvement dalam kondisi seperti ini dapat memberi pengetahuan bagi kita untuk merancang ulang proses operasi yang lebih baik dan lebih resilient.
Comments